Dalam diskursus tafsir Al-Qur'an, sesungguhnya tidak ada kata final. Setiap saat akan muncul pemikiran baru tentang tafsir yang relevan dengan isu-isu kontemporer. Salah satunya isu tentang hermeneutika feminisme. Pemikiran Wadud dan Engineer merupakan bagian dari diskursus tersebut.
Pemikiran mereka tentang hermeneutika feminisme dalam kajian tafsir Alquran dapat dilihat dalam tiga uraian berikut: Pertama, pokok pikiran yang mereka kembangkan mengacu kepada landasan epistemologi baru, tidak lagi mengacu kepada epistemologi tafsir klasik. Mereka menawarkan epistemologi yang lebih relevan dengan isu-isu kemanusiaan universal, seperti keadilan dan kesetaraan gender. Kedua, model hermeneutika feminisme yang mereka kemukakan dapat dilihat dalam bentuk aplikasinya terhadap penafsiran ayat-ayat jender dalam Alquran, yakni: berkaitan dengan persoalan penciptaan perempuan, kepemimpinan dalam rumah tangga, problematika poligini, nilai kesaksian, dan persoalan warisan. Ketiga, implikasi dari penggunaan hermeneutika feminisme dalam konstruksi metodologi tafsir kontemporer meniscayakan empat hal, yakni: desakralisasi teks Alquran, depatriarkhisasi dalam penafsiran, rehumanisasi perempuan dalam tafsir, dan rekontekstualisasi makna ayat.