Pada sepi, //Kunamakan hening yang menghuni Batu/serupa percintaan angin dan gerimis/yang mencederai basah tanah/merindukan wangi tubuhmu, kekasih//. Puisi yang melukiskan rasa sepi lewat perasaan halus dimisalkan dengan perjumpaan angin dan hujan. Hingga di puisi Sajak Ulang Tahun, //aku telah merayakan/sepotong kehilangan/dari perpisahan kita seratus hari lalu/kini berserakan di sepanjang Arhanud//. Ah, terasa menyesakkan. Bahkan dikatakan dalam Pergi, //Jika kamu ingin pergi/maka pergi saja/untuk apa menyeduh mimpi/dalam secangkir kopi/yang telah kamu racuni?//. Sebab sepi tak berarti mati. Yang Aku Mau, //Aku mau mati rasa saja/menguburkan sakitnya dilupakan/Tenggelamkan pedihnya ditinggalkan/Ah, Aku mau/Mati rasa/Aku mau mati/rasa/Aku mau/mati rasa/Aku/mau mati rasa/Aku/tak padamu//. Tepat apa yang dilukiskan Chairil Anwar Mampus kau dikoyak-koyak sepi , puisi nya sangat meng-inspirasi karena memiliki sebuah jiwa pemberontakan, rasa pahit, dan langsung menusuk.. Pada sepi, //Kunamakan hening yang menghuni Batu/serupa percintaan angin dan gerimis/yang mencederai basah tanah/merindukan wangi tubuhmu, kekasih//. Puisi yang melukiskan rasa sepi lewat perasaan halus dimisalkan dengan perjumpaan angin dan hujan. Hingga di puisi Sajak Ulang Tahun, //aku telah merayakan/sepotong kehilangan/dari perpisahan kita seratus hari lalu/kini berserakan di sepanjang Arhanud//. Ah, terasa menyesakkan. Bahkan dikatakan dalam Pergi, //Jika kamu ingin pergi/maka pergi saja/untuk apa menyeduh mimpi/dalam secangkir kopi/yang telah kamu racuni?//. Sebab sepi tak berarti mati. Yang Aku Mau, //Aku mau mati rasa saja/menguburkan sakitnya dilupakan/Tenggelamkan pedihnya ditinggalkan/Ah, Aku mau/Mati rasa/Aku mau mati/rasa/Aku mau/mati rasa/Aku/mau mati rasa/Aku/tak padamu//. Tepat apa yang dilukiskan Chairil Anwar Mampus kau dikoyak-koyak sepi , puisi nya sangat meng-inspirasi karena memiliki sebuah jiwa pemberontakan, rasa pahit, dan langsung menusuk..