“Nak…“ “Jadilah guru....” Andreas bersungguh-sungguh menyimak. “…Pekerjaan yang memang mulia. Kalau kau jadi guru, sejatinya kau sedang mengumpulkan cahaya-cahaya di dunia. Kelak cahaya itu akan menerangimu ke mana kau melangkah.” Ah Andreas senang bukan main. “Kemarin yang kau sebut masa lalu itu, biarlah menjadi lembaran cerita di mana kita sepenuhnya sudah tertoreh. Ingatlah, Nak! Waktu tak ubahnya deburan ombak, akan terus menggulung, mengikat, menyempit, mendekati, dan menyudutkan kepala kita.” Andreas hanya diam tak mengerti. Mendengar nasihat Nuliarsih, ia pasang telinga lebar-lebar. Kata demi kata terus berputar-putar dalam kepala Andreas. Nuliarsih tak tanggung-tanggung, ia jual semua perhiasan yang ia simpan sejak muda dulu. Bahkan Nuliarsih harus beradu cekcok dengan suaminya, Mukdari.