Hasil kajian tim penelitian Pemilukada Pusat Penelitian Politik LIPI selama dua tahun berturut-turut memiliki benang merah yang sama yaitu: pertama, bahwa setiap daerah memiliki kekhasan baik dari segi sosial budaya, sumber daya manusia, maupun kemampuan keuangan daerah yang harus dipertimbangkan masak-masak dalam membuat desain mengenai Pemilukada; kedua, adanya kesinambungan hasil kajian tahun pertama di kabupaten/kota yang mengindikasikan perlunya Pemilukada asimetris, dengan kajian tahun kedua di provinsi yang merekomendasikan Pemilukada asimetris. Atas dasar itulah, tim penelitian Pemilukada Pusat Penelitian Politik LIPI berpendapat bahwa menelaah Pemilukada tidak cukup menggunakan pendekatan politik semata, tetapi perlu pendekatan menyeluruh mempertimbangkan aspek sosial (khususnya kemampuan sumber daya manusia), ekonomi (kemampuan keuangan daerah) dan budaya masyarakat setempat. Desain institusional Pemilukada dalam UU No. 32/2004 yang menggunakan model simetris yaitu menyeragamkan kebijakan Pemilukada untuk semua daerah di Indonesia, padahal kondisi setiap daerah sangat beragam menjadi salah satu sebab Pemilukada belum dapat berhasil secara optimal.
Atas dasar temuan empiris tersebut, kajian ini merekomendasikan Pemilukada di tingkat kabupaten/kota dan provinsi dengan model asimetris. Pemilukada model asimetris yang direkomendasikan oleh tim, dilaksanakan tidak seragam ke seluruh daerah di Indonesia, tetapi bervariasi berdasarkan keragaman kondisi daerah (de facto) terutama kemampuan sumber daya manusia yang tecermin dari Indeks Pembangunan Manusia (angka harapan hidup, angka melek huruf, pendidikan) dan kemampuan keuangan provinsi. Sehingga nantinya terdapat daerah yang sudah siap dan dapat melaksanakan Pemilukada, dan terdapat daerah yang perlu mendapat pendampingan khusus dalam melaksanakan Pemilukada. Kajian ini merekomendasikan model Pemilukada asimetris yang dipandu dengan paradigma demokratis, akuntabel dan berkelanjutan.