Buku ihwal kritik seni karya Mamannoor ini adalah salah satu di antara keramaian berbagai pengkajian ulang macam diatas itu. Yang menarik adalah, ketika orang beramai-ramai menggunakan berbagai paradigma baru macam fenomenologi, post-strukturalisme, atau pun hermeneutik, Mamannoor sepertinya tetap melihat pentingnya dasar yang bersifat “Positivistik” (bukan dalam artian rigoris). Ketika trend baru cenderung nyaris melenyapkan “subjek” si seniman, ia seperti bersikukuh mengingatkan bahwa Subjek seniman itu tetap perlu dilihat sebagai sentral. Dari sudut itu buku ini dapatlah dilihat sebagai pengingat yang akan memaksa kita mengingat kembali bahwa betapapun juga karya seni mestilah tetap dikaitkan juga pada senimannya dan pada totalitas konteks yang melingkupinya. Dengan pendekatan “kosmologis” yang ditawarkannya ia dengan sendirinya memberi tekanan berat pada kontruksi “dunia” di balik si seniman maupun di balik karya. “Dunia” sebagai totalitas makna, yang melatar belakangi dan melingkupi proses berkarya si senimannya. Dan ini memang membuka peluang untuk diperhatikannya konteks lokal Indonesia, Lebenswelt Indonesia, manakala yang kita teliti adalah seniman Indonesia. Dan walau pun warna historisisme masih kuat, toh tekanannya pada totalitas dan dunia-makna sebetulnya memberi nuansa segar juga pada paradigma obyektivisme klasik.